Allah SWT telah berfirman dalam
sebuah ayat yg artinya “Dan penuhilah janjimu kepada-Ku niscaya Aku
penuhi janji-Ku kepadamu dan hanya kepada-Kulah kamu harus takut .”
Dinul Islam sejak kedatangannya mempunyai tujuan yg indah yaitu
membangun masyarakat yg ideal penuh dgn keutamaan jauh dari kehinaan
saling tolong menolong atas dasar taqwa dan kebaikan serta saling
berwasiat dgn kesabaran dan kebenaran. Dinul Islam juga mengajarkan agar
tiap muslim menghiasi dirinya dgn akhlak yg mulia. Dan di antara akhlak
yg mulia itu adl menepati janji. Allah SWT berfirman yg artinya “Dan
ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil janganlah kalian beribadah
kepada selain Allah dan berbuat baiklah kepada ibu bapa kaum kerabat
anak-anak yatim dan orang-orang miskin.” Ma’asyiral muslimin
rakhimakumullah!Menepati janji Allah dan rasul-Nya adl pokok pondasi
dari semua janji. Bila seseorang berhasil menepati janji Allah dan
rasul-Nya maka ia akan berhasil pula dalam menepati janji lainnya.
Sebaliknya bila ia gagal memenuhi janji Allah dan rasul-Nya maka ia adl
orang yg tidak lagi memiliki janji dan keamanan. Karena antara janji dan
keimanan saling berhubungan. Berdasarkan ayat dari surat Al-Baqarah di
atas yg dimaksud dgn janji Allah adl beribadah hanya kepada-Nya. Adapun
yg dimaksud dgn janji rasul adl mengikuti perjalanan sirah dan konsep
kehidupannya. Allah SWT berfirman yg artinya “Dan ketika Allah mengambil
perjanjian dari para nabi ‘Sungguh apa saja yg Aku berikan kepadamu
berupa kitab dan hikmah kemudian datang kepadamu seorang rasul yg
membenarkan apa yg ada padamu niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman
kepadanya dan menolongnya’. Allah berfirman ‘Apakah kamu mengakui dan
menerima perjanjian-Ku terhadap yg demikian itu’? mereka menjawab ‘Kami
mengakui’. Allah berfirman ‘Kalau begitu saksikanlah dan Aku menjadi
saksi bersamamu’.” Tidak diragukan lagi menepati janji selain tanda dari
keistiqamahan ia juga merupakan tiang dari kepercayaan seseorang. Kalau
menepati janji tidak ada maka istiqamah dan kepercayaan juga tidak ada.
Allah SWT berfirman ” sebenarnya siapa yg menepati janji nya dan
bertakwa maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yg bertaqwa.”
Dalam sisi lain Islam juga mencela bagi mereka yg menghianati amanat.
Allah SWT berfirman “Sesungguhnya binatang yg paling buruk di sisi Allah
ialah orang-orang yg kafir krn mereka itu tidak beriman. orang-orang yg
kamu telah mengambil perjanjian dgn mereka sesudah itu mereka
menghianati janjinya pada tiap kalinya dan mereka tidak takut .”
Ma’asyiral muslimin rakhimakumullah!Ada ungkapan yg menyebutkan bahwa
janji itu adl hutang. Oleh krn itu harus dipenuhi. Disamping itu janji
juga akan diminta pertanggungjawabannya. Allah SWT berfirman “Dan
penuhilah janji sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung
jawabannya.” Atau dalam firman-Nya yg lain “Dan tepatilah perjanjian dgn
Allah apabila kalian berjanji dan janganlah kamu membatalkan
sumpah-sumpah sesudah meneguhkannya.” Oleh krn itu siapa saja yg telah
berjanji kepada sesama manusia entah itu berkenaan dgn janji membayar
hutang memenuhi undangan berkumpul di suatu tempat dan sebagainya maka
janji-janji itu harus dipenuhi dan tak boleh diingkari. Rasulullah saw
bersabda “Ada tiga hal siapa yg berada di dalamnya maka dia adl orang
munafik meskipun dia salat puasa haji berkata bahwa dirinya adl seorang
muslim. Tiga hal tersebut adalah apabila berbicara berbohong apabila
berjanji mengingkari dan apabila diberi amanat berkhianat.” Ma’asyiral
muslimin rakhimakumullah!Termasuk menepati janji yg perlu diperhatikan
adl membayar hutang. Karena membayar hutang memiliki kedudukan yg kuat
di sisi Allah SWT. Maka siapa yg telah berhutang hendaklah ia berusaha
dgn sekuat tenaga utk memenuhi hutang tersebut dan Allah akan menjamin
pelunasan hutangnya. Dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda “Tiga
hal yg merupakan kewajiban Allah utk memberikan pertolongan yaitu
seorang budak mukatab yg berusaha melunasi dirinya orang yg menikah krn
menjaga kehormatan dan orang yg berjihad di jalan Allah.” Hadis di atas
memberi kejelasan bahwa Allah memberi udzur bagi orang yg kesulitan
membayar hutang krn kondisi yg sulit atau krn adanya musibah. Adapun
bagi mereka yg mampu melunasi tetapi tidak segera membayarkannya maka
hal ini termasuk sikap meremehkan dan kemewahan yg dibenci. Sementara
mereka yg berhutang dan berniat tidak mengembalikannya ini termasuk
orang yg merusak janji. Rasulullah saw bersabda “Barangsiapa yg
mengambil harta manusia krn ingin ditunaikan kepada yg berhak niscaya
Allah akan menyampaikannya. Namun barangsiapa mengambil harta manusia
krn ingin dihilangkannya. Maka Allah akan menghilangkannya.” Karena itu
marilah kita takut kepada Allah dan marilah kita penuhi janji-janji dan
marilah kita melaksanakan amanat. Rasulullah saw bersabda “Tidak ada
iman bagi yg tidak melaksanakan amanat dan tidak ada dien bagi yg tidak
memenuhi janji.”Wallahu a’lam bishshawab.
Berjanji itu harus
ditepati dan melanggar janji berarti berdosa. Bukan sekedar berdosa
kepada orang yang kita janjikan tetapi juga kepada Allah. Dasar dari
wajibnya kita menunaikan janji yang telah kita berikan antara lain
adalah:
a. Perintah Allah SWT dalam Al-Qurân Al-Karim
Allah SWT telah memerintahkan kepada setiap muslim untuk melaksanakan janji-janji yang pernah diucapkan.
وَأَوْفُواْ بِعَهْدِ اللّهِ إِذَا عَاهَدتُّمْ وَلاَ تَنقُضُواْ
الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللّهَ عَلَيْكُمْ
كَفِيلاً إِنَّ اللّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ
Dan tepatilah
perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu
membatalkan sumpah-sumpah itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah
menjadikan Allah sebagai saksimu. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang
kamu perbuat.
وَلاَ تَتَّخِذُواْ أَيْمَانَكُمْ دَخَلاً بَيْنَكُمْ
فَتَزِلَّ قَدَمٌ بَعْدَ ثُبُوتِهَا وَتَذُوقُواْ الْسُّوءَ بِمَا
صَدَدتُّمْ عَن سَبِيلِ اللّهِ وَلَكُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Dan janganlah
kamu jadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu, yang
menyebabkan tergelincir kaki sesudah kokoh tegaknya, dan kamu rasakan
kemelaratan karena kamu menghalangi dari jalan Allah; dan bagimu azab
yang besar.
b. Menunaikan Janji Adalah Ciri Orang Beriman
Allah
menyebutkan dalam surat Al-Mu`minun tentang ciri-ciri orang beriman.
Salah satunya yang paling utama adalah mereka yang memelihara amanat dan
janji yang pernah diucapkannya.
Telah Beruntunglah orang-orang beriman, yaitu yang …. dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya.
c. Ingkar Janji Adalah Perbuatan Syetan
Ingkar janji itu merupakan sifat dan perbuatan syetan. Dan mereka
menggunakan janji itu dalam rangka mengelabuhi manusia dan menarik
mereka ke dalam kesesatan. Dengan menjual janji itu, maka syetan telah
berhasil menangguk keuntungan yang sangat besar. Karena alih-alih
melaksanakan janjinya, syetan justru akan merasakan kenikmatan manakala
manusia berhasil termakan janji-janji kosongnya itu.
يَعِدُهُمْ وَيُمَنِّيهِمْ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلاَّ غُرُورًا
Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan
angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan
kepada mereka selain dari tipuan belaka.
d. Ingkar Janji Adalah Sifat Bani Israil
Ingkar janji juga perintah Allah kepada Bani Israil, namun sayangnya
perintah itu dilanggarnya dan mereka dikenal sebagai umat yang terbiasa
ingkar janji. Hal itu diabadikan di dalam Al-Quran Al-Kariem.
Hai
Bani Israil, ingatlah akan ni`mat-Ku yang telah Aku anugerahkan
kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku
kepadamu dan hanya kepadaKu lah kamu harus takut.
Janji yang Mungkar
Namun janji itu hanya wajib ditunaikan manakala berbentuk sesuatu yang
hala dan makruf. Sebaliknya bila janji itu adalah sesuatu yang mungkar,
haram, maksiat atau hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan syariat
Islam, maka janji itu adalah janji yang batil. Hukumnya menjadi haram
untuk dilaksanakan.
Misalnya seseorang berjanji untuk berzina, minum
khamar, mencuri, membunuh atau melakukan kemaksiatan lainnya, maka
janji itu adalah janji yang mungkar. Haram hukumnya bagi seorang muslim
untuk melaksanakan janjinya itu. Meski pun ketika berjanji, dia
mengucapkan nama Allah SWT atau sampai bersumpah. Sebab janji untuk
melakukan kemungkaran itu hukumnya batal dengan sendirinya.
Dalam
kasus tertentu, bila seseorang dipaksa untuk berjanji melakukan sesuatu
yang bertentangan dengan syariat Islam, tidak ada kewajiban sama sekali
baginya untuk menunaikannya.
Misalnya, seorang prajurit muslim dan
disiksa oleh lawan. Lalu sebagai syarat pembebasan hukumannya, dia
dipaksa berjanji untuk tidak shalat atau mengerjakan perintah agama.
Maka bila siksaan itu terasa berat baginya, dia diberi keringanan untuk
menyatakan janji itu, namun begitu lepas dari musuh, dia sama sekali
tidak punya kewajiban untuk melaksanakan janjinya itu. Sebab janji itu
dengan sendirinya sudah gugur.
Dalam kasus Amar bin Yasir, hal yang sama juga terjadi dan Allah SWT memberikan keringanan kepadanya untuk melakukannya.
Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman, kecuali orang
yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman, akan
tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan
Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.
Hukuman Bila Melanggar Janji/ Sumpah
لاَ يُؤَاخِذُكُمُ اللّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَـكِن
يُؤَاخِذُكُم بِمَا عَقَّدتُّمُ الأَيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ
عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ
كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ
ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ
وَاحْفَظُواْ أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ
لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Allah tidak menghukum kamu disebabkan
sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud, tetapi Dia menghukum kamu
disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat sumpah itu,
ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa
kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau
memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang
demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu
adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah. Dan jagalah
sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar
kamu bersyukur.
Dari ayat tersebut bisa kita ambil beberapa ketentuan hukum antara lain:
1. Tidak semua pelanggaran atas sumpah itu diancam dengan hukuman.
Karena ada jenis sumpah tertentu yang dinilai oleh Allah SWT sebagai
sumpah yang main-main saja.
2. Apabila seseorang melanggar sumpah yang disengaja, maka harus ditebus dengan beberapa alternatif yaitu:
Memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau
Memberi pakaian kepada mereka atau
Memerdekakan seorang budak.
Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari.
4 Situasi yang bisa jadi diperbolehkan bagi seorang Muslim untuk membatalkan janjinya
Tidak diragukan lagi bahwa menepati janji dan menjaga perkataan
seseorang adalah sikap dari orang beriman dan membatalkan janji
merupakan salah satu tanda orang yang munafik. Berdasarkan hadits, Nabi
Muhammad SAW mengatakan :"Tanda orang-orang munafik itu ada tiga
keadaan. Pertama, apabila berkata-kata ia berdusta. Kedua, apabila
berjanji ia mengingkari. Ketiga, apabila diberikan amanah (kepercayaan)
ia mengkhianatinya" (HR. Bukhari dan Muslim). Satu tambahan lagi, "Dan
apabila bertengkar (bertikai), dia melampau."
Namun apakah ada alasan yang memperbolehkan seseorang ketika dia harus membatalkan janjinya menurut Islam?
Syeikh M. S. Al-Munajjid, pengarang dan pengajar dari Arab Saudi yang
cukup populer, di bawah ini menjelaskan tentang situasi-situasi yang
bisa jadi dibolehkan bagi seorang Muslim ketika dia harus membatalkan
janji yang pernah ia buat:
“Orang beriman yang berjanji ke
orang lain dan membatalkan janjinya itu mungkin punya alasan dan mungkin
juga tidak. Jika dia memiliki alasan yang kuat dan diperbolehkan
menurut agama Islam, maka tidak ada dosa baginya, namun jika ia tidak
memiliki alasan yang kuat maka ia telah berbuat dosa.
Sepengetahuan
kami, tidak ada keterangan yang menyebutkan membolehkan satu alasan yang
dapat membatalkan janji, tapi mungkin ada beberapa janji yang
dibatalkan karena situasi yang terjadi yang tidak memungkinkan bagi
seseorang yang beriman untuk menepatinya. Sebagai contoh:
1-Lupa
Allah Swt. telah memaafkan hamba-Nya yang karena lupa sehingga ia tidak
mengerjakan sesuatu yang wajib. Allah Swt. berfirman, “Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah"
(Al-Baqarah: 286) Dan Allah Swt. menjawab: “Iya.” (Diriwayatkan oleh
Muslim)
Dalam tafsir yang menjelaskan tentang surat Al-Baqarah ayat 285-286 itu disebutkan,
Di dalam ayat-ayat tersebut juga terdapat pemberitaan bahwa Allah
tidak membebani para hamba-Nya melainkan sesuai dengan kemampuan mereka,
setiap jiwa akan mendapat pahala kebaikan yang dilakukannya dan dosa
atas kejahatan yang dilakukannya, Allah Ta’ala mengampuni keterbatasan
mereka dalam mengemban kewajiban-kewajiban dan hal-hal haram yang
dilanggar, tidak memberikan sanksi atas kesalahan dan kelupaan mereka,
Dia sangat memudahkan syari’at-Nya dan tidak membebani mereka hal-hal
yang berat dan sulit sebagaimana yang dibebankan kepada orang-orang
sebelum mereka serta tidak membebankan mereka sesuatu yang di luar batas
kemampuan mereka. Dia telah mengampuni, merahmati dan menolong mereka
atas orang-orang kafir. (Lihat, Tasysiir al-Kariim ar-Rahmaan, h.101)
Allah Ta’ala telah menjelaskan karunia-Nya itu dengan firman-Nya,
‘Telah Aku lakukan (Aku telah menetapkannya)’ sebagai jawaban atas
setiap doa yang ada di dalam ayat-ayat tersebut.
Dan bagi
siapa saja yang berjanji kepada orang lain lalu ia lupa untuk
melakukannya di waktu yang telah ditentukan maka tidak ada dosa baginya.
2-Karena dipaksa
Gara-gara dipaksa bisa menjadi alasan yang memperbolehkan seorang
Muslim untuk membatalkan janji yang ia buat, seperti seseorang yang
ditahan atau dicegah sehingga ia tidak bisa memenuhi janjinya, atau
seseorang yang diancam dengan hukuman yang menyakitkan.
Rasulullah Saw. bersabda:
“Sesungguhnya Allah memaafkan kepada umatku dari kesalahan yang tidak
disengaja, lupa atau yang dipaksakan atasnya." (Diriwayatkan oleh Ahmad,
Ibnu Hibban, Hakim dan Ibnu Majah.)
3- Berjanji untuk melakukan sesuatu perbuatan yang haram atau tidak melakukan yang hukumnya wajib
Barangsiapa yang berjanji kepada seseorang bahwa ia akan melakukan
perbuatan yang haram untuknya, atau ia tidak akan melakukan sesuatu yang
hukumnya wajib, maka diperbolehkan baginya untuk tidak memenuhi janji
tersebut.
4-Suatu kejadian yang tidak terduga sebelumnya
Jika terjadi suatu kejadian yang tidak diduga sebelumnya dan menimpa
orang yang berjanji, seperti sakit, kematian saudaranya atau
transportasi yang bermasalah dan alasan-alasan lainnya, maka situasi
tersebut mungkin bisa menjadi alasan yang tepat apabila dia tidak bisa
memenuhi janjinya, sesuai dengan firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya.” (Al-Baqarah: 286)"
TENTANG NAZAR
Dalil syarak
Firman Allah dalam ayat 7 surah al-Insan yang bermaksud : Mereka
menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang mana azabnya merata di
mana-mana.
Hadis riwayat imam Bukhari daripada Sayyidatina
‘Aishah daripada nabi S.A.W telah bersabda yang bermaksud : Sesiapa yang
bernazar untuk taat kepada Allah maka taatilah akanNya dan sesiapa yang
bernazar untuk berbuat maksiat kepadaNya maka janganlah membuat maksiat
kepadaNya.
Hukum nazar
Nazar disyariatkan oleh Islam dan
diharuskan untuk menghampirkan diri kepada Allah. Oleh sebab ia itu para
ulama’ feqah berpendapat tidak sah nazar orang kafir.
Jenis-jenis nazar
Nazar terbahagi kepada 3 jenis iaitu sebagaimana berikut :
Pertama : Nazar Lajaj
Ia merupakan nazar yang berlaku ketika seseorang itu berada dalam
keadaan hilang pertimbangan diri akibat terlalu marah seperti dia
berkata ketika dalam keadaan itu : ” Sekiranya aku bercakap dengan si
pulan maka demi Allah atasku puasa sebulan”.
Kedua : Nazar al-Mujazah ( Mukafaah )
Ia merupakan nazar yang mana seseorang itu bergantung pada sesuatu yang
akan menyebabkan dia akan melakukan sesuatu. Dia berbuat demikian
bukannya ketika hilang pertimbangan diri akibat terlalu marah. Contohnya
seperti seorang yang bernazar itu berkata : “Sekiranya Allah
menyembuhkan penyakitku ini maka demi Allah aku akan bersedekah seekor
kambing”.
Ketiga : Nazar Mutlak
Ia merupakan nazar yang
mana dilafazkan oleh seseorang bagi tujuan mendekatkan diri kepada Allah
tanpa mengaitkan nazarnya itu dengan sesuatu perkara yang lain dan juga
bukan dilafaz ketika hilang pertimbangan diri kerana terlalu marah.
Contohnya seseorang itu berkata : “Bagi Allah atasku puasa pada hari
Khamis”.
Dipanggil juga nazar jenis kedua dan ketiga sebagai
nazar kebajikan kerana orang yang bernazar itu berniat untuk berbuat
kebajikan dan menghampirkan diri kepada Allah.
Hukum bagi setiap jenis nazar
Pertama : Nazar Lajaj
Hukumnya bergantung kepada perkara yang dikaitkan dengannya iaitu apa
yang dinazar. Jika ia boleh berlaku maka wajib atas orang yang bernazar
itu untuk melaksanakan apa yang dinazarkan atau pun membayar kafarah
sumpah. Dia dibolehkan untuk memilih antara keduanya kerana nazar jenis
ini hampir sama dengan nazar dari sudut mewajibkan diri(mewajibkan
berpuasa sebulan misalnya) dan menyerupai sumpah pada sudut keadaannya
sebagai jalan ke arah menghalang daripada sesuatu(tidak mahu bercakap
dengan si pulan misalnya).
Dalilnya adalah sebagaimana hadis
yang diriwayatkan oleh imam Muslim daripada ‘Uqbah bin ‘Amir daripada
Rasulullah S.A.W telah bersabda yang bermaksud : Kafarah nazar seperti
kafarah sumpah.
Kedua : Nazar al-Mujazah
Hukumnya ialah
jika apa yang dikaitkan dengan apa yang dinazar berlaku seperti sembuh
daripada penyakit maka dia diwajibkan untuk melaksanakan apa yang telah
dinazar seperti sedekah seekor kambing. Dia tidak boleh menggantikannya
dengan perkara lain.
Dalilnya sebagaimana maksud firman Allah
dalam ayat 29 surah al-Haj : Dan kamu hendaklah menepati dengan janji
Allah apabila kamu berjanji.
Maksud hadis Rasulullah yang
diriwayatkan oleh imam Bukhari daripada Sayyidatina ‘Aishah: Sesiapa
yang bernazar untuk mentaati Allah maka taatilah akanNya.
Ketiga : Nazar Mutlak
Hukumnya ialah wajib ke atas orang bernazar untuk melaksanakan apa yang
telah dinazarkan secara mutlak tanpa terikat pada sesuatu perkara.
Dalilnya adalah sebagaimana ayat 29 surah al-Haj sebagaimana disebut
dalam nazar al-Mujazah di atas yang mana ia datang dengan dalil yang
umum. Dia diharuskan untuk melewatkan pelaksanaan kepada apa yang telah
dinazarkan sehinggalah dia merasakan bahawa dirinya sudah mampu untuk
melaksanakannya seperti berpuasa pada hari Khamis.
Dia tidak boleh menukar nazarnya itu dengan kafarah sumpah kerana makna sumpah telah ternafi dengan nazar jenis ini.
SYARAT NAZAR YANG BERKAITAN DENGAN ORANG YANG BERNAZAR
Syarat nazar yang berkaitan dengan batang tubuh orang yang bernazar itu sendiri ada 3 syarat iaitu :
Pertama : Islam
Tidak sah nazar orang kafir kerana kafir bukan termasuk dalam ahli bagi kerja ibadat kepada Allah.
Kedua : Mukallaf
Tidak sah nazar kanak-kanak dan orang gila kerana mereka bukan ahli bagi mewajibkan sesuatu ke atas mereka.
Ketiga : Pilihan dan kehendak diri sendiri
Tidak sah nazar orang yang dipaksa sebagaimana hadis yang diriwayatkan
oleh Ibnu Majah daripada Ibnu Abbas bahawa Rasulullah S.A.W telah
bersabda yang bermaksud : Diangkat daripada umatku jika dia berbuat
secara tersalah, lupa dan apa yang dipaksa ke atasnya.
SYARAT NAZAR YANG BERKAITAN DENGAN APA YANG DINAZARKAN
Syarat nazar yang berkaitan dengan perkara yang dinazar pula ada 2 syarat iaitu :
Pertama : Perkara yang dinazar itu merupakan perkara yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah
Tidak boleh bernazar kepada perkara yang diharuskan oleh syarak kerana
perkara itu tidak membawa kepada pahala atau dosa bagi sesiapa yang
melakukannya. Jika seseorang itu bernazar dalam perkara yang diharuskan
seperti makan, minum, tidur dan sebagainya maka ia tidak memberi kesan
apa-apa kepada nazarnya.
Dalilnya adalah sebagaimana hadis
riwayat imam Bukhari daripada Ibnu Abbas telah memberitahu : Adalah nabi
S.A.W ketika berkhutbah, tiba-tiba ada seorang lelaki yang bangkit dan
bertanya tentang dirinya. Maka mereka(para sahabat) bertanya : Abu
Israel telah bernazar untuk sentiasa bangun, tidak duduk, tidak
berteduh, tidak bercakap dan berpuasa. Maka jawab baginda S.A.W yang
bermaksud : Biarkan maka bercakaplah, berteduhlah, duduklah dan tunaikan
puasanya.
Hadis ini menunjukkan kepada kita bagaimana
Rasulullah S.A.W menyuruh orang yang bernazar tadi untuk hanya berpuasa
kerana puasa merupakan perkara ibadat dan taat. Maka menunaikan nazar
berpuasa itu adalah wajib.
Begitu juga dilarang bernazar dalam perkara yang diharamkan seperti membunuh dan berzina.
Dilarang juga bernazar dalam perkara yang makruh seperti bernazar untuk
meninggalkan sunat rawatib setiap kali selepas solat fardhu. Ini adalah
kerana bernazar untuk melakukan perkara makruh dan haram bukan termasuk
dalam perkara yang bertujuan untuk mendekatkan dirui kepada Allah dan
ibadat.
Dalil yang mana imam Muslim meriwayatkan bahawa
Rasulullah S.A.W bersabda yang bermaksud : Bukan nazar dalam melakukan
maksiat kepada Allah.
Abu Daud meriwayatkan daripada Rasulullah
S.A.W yang bermaksud : Bukan nazar melainkan pada apa yang mengharapkan
penerimaan Allah.
Kedua : Perkara yang dinazar itu bukan daripada kewajipan yang memang telah diwajibkan dari mulanya lagi
Sekiranya seseorang itu bernazar untuk solat Zohor atau ingin
mengeluarkan zakat hartanya maka nazarnya itu tidak sah kerana nazarnya
itu tidak membawa kesan kepada kewajipan yang baru. Ini disebabkan solat
Zohor dan zakat hartanya itu memang telah wajib dari mulanya lagi tanpa
memerlukan kepada nazar lagi.
Dan terkeluar daripada kewajipan yang
telah ditentukan ialah perkara yang diwajibkan secara fardhu kifayah
maka ia diharuskan untuk bernazar dengannya. Sebagai contohnya seseorang
itu bernazar ingin solat jenazah atau pun belajar ilmu fardhu kifayah
seperti kedoktoran, jurutera dan sebagainya maka nazar ini diharuskan.
Ini adalah kerana nazarnya tadi akan menjadikan fardhu kifayah pada
asalnya kepada fardhu ‘ain. Fardhu kifayah hanya diwajibkan kepada
sesetengah orang atau kumpulan sahaja di mana jika telah ada demikian
itu maka segala kewajipan tadi akan gugur ke atas orang lain sedangkan
fardhu ‘ain diwajibkan ke atas individu dalam apa jua keadaan.
Sumber : https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=366336876812487&id=366310796815095
Hukum Janji Sumpah dan Nazar
14.54 |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar